Kamu Orang Baik: Meskipun Aku Belum Terlalu Mengenalmu

f.
7 min readJul 21, 2021

--

source: tumblr

Aku mau berbagi ceritaku.

Salah satu hari di akhir bulan November pukul dua dinihari, masih terjaga mataku dan kulihat langit-langit kamar. Rasa-rasanya satu tahun ini adalah fase terpendek yang terasa sangat panjang. Masih ingat dulu aku kecil mau jadi apa, sebelum aku memilih berada di persimpangan jalan ini. Gantunglah mimpi setinggi langit, katanya. Yang terjadi sekarang di usiaku ke 18, mimpi menggantung aku sampai ke langit kamar. Pertanyaan-pertanyaan tentang masa depan yang belum kutemui jawabannya menyayat otakku.

“Memangnya ini persimpangan jalan yang benar?”

“Kamu masih tetap mau merealisasikan mimpi masa kecilmu?”

Worth it kah mengejar itu?”

“Sampai kapan mau kejar-kejaran dengan waktu? Kapan kamu hidup untuk sekarang?”

Yah.

“Apa yang kaudapatkan sebanding dengan sumber daya yang dikorbankan?”

“Apa di negaramu kariermu dihargai dengan benar?”

“Bagaimana kesanggupanmu meredupkan nyawa sendiri untuk menyalakan nyawa orang lain? Atau bahkan nanti nyawamu turut menyala lebih?”

My jinji don’t you cry

Suara vokalis Sunset Rollercoaster yang menyanyikan My Jinji berdampingan dengan pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke kepalaku. Comfort song banget. Aku suka memutarnya dengan mode on repeat beberapa hari ini. Haaaah.

Selain itu, ada lagu salah satu angkatan di sebuah SMA yang menjadi favoritku dan teman-teman SMP-ku. Sampai sekarang. Teringat ketika masa-masa mengusahakan program studi dan universitas pilihan, lagu ini sedikit banyak memotivasi. Menemani overnight studies di masa itu. Kecemasan, ketakutan, ketidakmengertian, semangat, ambisi, tekad kuat. Hadir untuk merilis emosi.

Lekat sekali di ingatan kekaguman anak SMP terhadap sekolah dengan sistem yang lumayan berbeda dengan kebanyakan SMA, apalagi di kotaku. Kalau dulu aku dan teman-temanku rajin sekali dalam hal update kabar SMA tersebut, kini tidak lagi. Bahkan beberapa siswa dari SMA tersebut kini menjadi teman satu angkatanku di program studi dan universitas yang kupilih. Lagu salah satu angkatan tersebut masih sering kuputar hingga sekarang.

Masih kuingat ada bassist dari band yang memainkan lagu itu memiliki nama yang unik. Tidak bisa kusebutkan namanya. Hahaha. Aneh sekali rasanya jadi selalu penasaran terhadap orang yang namanya unik menurut preferensiku. Aku kembali ke laman Instagram miliknya. Dulu pernah aku mengikuti akun miliknya, tetapi karena akun lamaku dihapus, jadi tidak lagi.

Postingan terbaru. Beberapa hari lalu. Huruf-huruf membentuk kata, kata membentuk kalimat yang membuatku menghela napas dan berkaca-kaca. Dia bercerita mengenai keadaan yang chaos dalam banyak hal. Skripsi yang mangkrak, bisnis yang chaos, dan hubungan personal with his loved ones. Kata dia mengenai hubungan yang kurang berjalan itu bukan hanya salah perseorangan, both of them took the roles. Lalu pada kalimat penutupnya, dia menulis sesuatu yang tidak bisa aku lupakan sampai detik ini.

Anjir banget. Aku sampai mencerna beberapa saat. Bagaimana penerimaan dia terhadap keadaan sudah mencapai titik memang 2020 membuat kehidupan rasanya diperbarui. Restart. He said he had lost everything so he has nothing to lose again. Dilihat dari sudut yang berbeda, mungkin Tuhan memberikan 2020 sebagai timeline di mana beberapa hal baiknya diikhlaskan. Perasaan prihatin yang merayap berganti sekejap menjadi kagum. Ingin kubilang padanya kalau dia hebat sekali. Bagaimana dia tidak takut menampakkan kelemahannya di depan khalayak, berani untuk bilang bahwa dia bohong sekali kalau dia berkata dia baik-baik saja, kalau yang dia alami itu nggak berat.

Pandemi sialan memang. Aku jadi tidak merasakan hari pertama kuliah di kampusku, bagaimana euphoria menjadi anak kuliahan yang lagi masa orientasi.

Bisa kok, bisa. Ya, bisa. Untuk tidak berhenti sekarang. Till we find the light at the end of the tunnel. Akan ada kok jalannya. Hahaha konyol sekali satu postingan bisa memengaruhi dan meredakan berisiknya kepalaku. Aku menelusuri postingannya lagi. Kali ini, kulihat tampak belakang laki-laki dengan rambut panjang. Bukan, itu bukan dirinya yang kuceritakan. Aku membaca lagi caption-nya. Ia menuliskan itu tepat ketika suicide prevention day. Sekali lagi selintas prihatin menghinggapi hatiku, selebihnya aku kagum.

Masing-masing dari kita memiliki badai sendiri ternyata.

Dia bercerita ketika ia rasa hidup tidak ada lagi makna dan artinya, ketika seolah-olah hanya ada satu jalan keluar, yaitu mengakhiri hidup, salah satu sahabatnya datang untuk mengembalikan barang yang dia pinjam. Ketika langkah satu-satunya tinggal ia mendatangi podium hari akhir yang ia ciptakan, temannya datang dengan santai, tidak menggebu-gebu untuk menceramahi, tidak menyinggung agama.

Dia hanya ada. Mengajaknya minum kopi, berbicara hal yang mereka sukai, dia tidak hanya aware. Temannya itu ada. Ada untuk dirinya. Temannya itu menyalakan kembali harapan hidup yang sempat meredup dalam dirinya. Kembali menyadarkan betapa bermaknanya hidup.

Aku telusuri lagi postingan-postingan di akun miliknya. Cerita-cerita yang ia bagikan selalu membuatku kagum. Dia bercerita dengan rapi dan enak dibaca. Aku akhirnya memutuskan untuk mengikuti akunnya dengan akun privatku. Hanya berisi beberapa teman dekat.

Malam itu aku tidur dengan perasaan agak tenang karena melihat postingan-postingan di akun miliknya yang terabadikan dengan caption layaknya afirmasi positif.

***

Kaget lagi. Pagi ketika aku bangun dan mengecek ponsel, ada akun semalam yang kuikuti mengirim request untuk mengikuti akunku. Agak membatin kenapa dia dulu tidak followback akun utamaku dan kali ini malah akun privatku yang ia follow. Sempat terpikir olehku apa karena dia salah memencet tombol dan tidak enak untuk meng-unfollow? Jiakh ya sudah.

Aku accept. Siapa tahu menambah relasi dan kita mutualisme suatu saat nanti. Kucoba untuk membuat story seperti biasanya. Yah, namanya akun privat. Aku di sana menjadi aku yang sebebasku. Tidak seperti memposting sesuatu di akun utama yang penuh kecemasan padahal people don’t really give a fuck.

Sampai malam dia masih nge-follow akunku, jadi kuasumsikan ia tidak salah pencet. Apa karena profile picture-ku John Lennon dan Yoko Ono? Ya barangkali ia suka lagunya The Beatles. Story-ku sebelumnya pun ia lihat. Yah, aku pun tidak tahu itu hanya tap tap saja atau sungguhan di abaca hahaha. Aku belajar bodo amat. Masih proses dan prosesnya kurasa susah sekali lah.

Lalu hari-hari setelahnya dia tetap menjadi satu-satunya laki-laki di antara teman-teman perempuanku di akun itu. Kuamati sedikit, dia juga menjadi salah satu viewers story-ku, bahkan sampai hari ini aku menulis mengenainya. Di akun itu, aku benar-benar berbeda dengan akun utamaku. Aku yang lumayan lepas dan bebas. Aku yang lebih bercerita. Aku rasa, ketika aku menulis sesuatu dan kubagikan di sana, kutemui kelegaan jika aku memerlukan. Jarang terjadi kecemasan.

***

Banyak hal terjadi, keputusan-keputusan baru terbentuk, cerita-cerita baru dengan langkah-langkah perlahan, harapan-harapan baru. Tidak bisa aku mungkiri, ada juga duka-duka baru.

Aku belajar juga untuk memaafkan aku. Memaafkan aku yang lalu, aku yang banyak marah-marah, aku yang menangis tanpa sebab tiap malam, kebimbangan di antara persimpangan jalan, hingga ketika aku sudah memutuskan jalan mana yang aku tempuh, dengan segenap perhitungan dan keterbatasan diriku sebagai manusia, masih ada perasaan “Am I taking the right path?”

Aku juga berusaha untuk menerima aku yang sekarang, aku yang bisa berbuat kesalahan, aku yang sekarang mengambil jalan ini, aku yang memaafkan aku dan pilihan-pilihanku selalu. Lalu, menaruh percaya akan masa yang akan datang. Aku percaya beberapa hal bisa diusahakan asalkan aku mau. Menghakimi aku di masa lalu dengan seadil-adilnya, bahwa sekecil apapun proses, aku akan menghargainya.

Bentar.

Aku mau menghela napas.

Kali ini aku menulis sesuatu untuk kamu, kamu sepertinya tidak akan tahu kamu siapa tapi yaudah.

Dua jam sebelum bergantinya hari, kamu bertanya di story-mu, “Am I a bad person?” Ingin aku beri validasi kepadamu no, you aren’t. Setidaknya menurutku. Beberapa pertimbangan berujung pada kesimpulan aku mengatakannya kepadamu, no, you aren’t.

Setelah itu baru kali ini aku merasakan detak jantung yang lebih cepat dari biasanya hanya karena melihatmu sedang typing. Anjir norak. Batinku mengumpatiku berkali-kali. Hingga akhirnya kamu membalas pesanku, kamu berterima kasih dan bilang aku orang baik meskipun kamu belum terlalu mengenalku.

Jantungku bergerak lebih cepat lagi, mau teriak.

Norak mungkin ya tapi aku senang hahahaa. Sekali lagi, mungkin kamu tidak sadar bahwa sedikit yang kamu lakukan berarti semesta bagi sebagian orang. Bisa meredakan ke-chaos-an kepala, seperti menyalakan harapan yang meredup, dan membuat sebagian orang berhenti menyalahkan diri mereka sendiri. Bahkan masih lekat diingatan kamu memberi bukti bahwa I love you but I’m letting go itu nyata.

Dan hal itu terjadi padaku. Seperti November 2020 lalu.

Kini, 9 Juli 2021, dua jam sebelum bergantinya hari, aku lega sekali sudah mengatakan terima kasih secara langsung. Apa-apa yang ingin kusampaikan sudah terangkum. Dari aku bilang no, you aren’t aku menyisipkan semoga. Semoga kamu tidak sesering itu membenci dirimu sendiri, semoga kamu tidak separah itu menyalahkan diri sendiri. Semoga kamu semakin menyadari bahwa dirimu berarti. Bahwa people do make mistakes. Manusiawi.

Semoga kamu selalu dikelilingi orang baik dan menjadi number one support system untuk dirimu sendiri. Apa pun yang pikiranmu katakan dan kata orang mengenai kamu yang tidak berarti, kehadiranmu yang tidak diinginkan, faktanya, nggak ada yang bisa menggantikan keberadaanmu di dunia ini. Semoga akan selalu ada manusia baik yang membersamaimu untuk bertahan di dunia ini.

Badaimu mungkin saat itu hadir lagi, tapi aku yakin tidak akan setiap hari. Kamu kan sudah pernah bertahan di keadaan yang bahkan kamu sendiri tidak menyangka kamu bisa bertahan. Seperti kisahmu sewaktu kamu merasa hidup tidak ada lagi makna dan artinya, seolah-olah hanya ada satu jalan keluar; mengakhiri hidup, namun atas kuasa Tuhan dan bantuan semesta, katamu, syukurnya kamu survive. Aku bersyukur sekali kamu masih ada di sini, masih bisa menangis, tertawa, merana, nelangsa, jatuh cinta, dan kamu masih bisa: merasa.

Seperti katamu di kalimat penutup itu, bahwa mungkin benar, phoenix ada di dalam masing-masing jiwa manusia. Ketika ia dibakar habis menjadi abu, ia lahir kembali setelah itu. Maybe from ashes we shall rise.

Sampai jumpa entah kapan semesta akan mempertemukan kita di ruang waktu yang sama. Semoga kita bisa menjadi peran yang berarti dalam hidup masing-masing. Kamu sudah melakukannya. Semoga aku juga bisa suatu saat nanti.

Oiya, aku juga mau mengucapkan selamat ulang dan ilang tahun. Telat, sih. Semoga harapanmu sesuai dengan keputusan Tuhan. Memiliki kelapangan hati seluas-luasnya untuk menerima segala yang tiba, menjadi psikolog andal dan fotografer mantap untuk membantu banyak orang. Semoga hidupmu selalu dilingkupi keberkahan. Kamu juga bilang begitu padaku.

HAHAHAA.

Kamu benar-benar berbagi ceritamu, kamu bercerita dan kamu benar-benar punya cerita.

Thank you for shockingly being one and only man on my dikapalkertas back then.

Terima kasih, ya, kamu sudah bertahan melewati badaimu.

Kebahagiaan menyertaimu.

you’ll find and be the light itself to pass till the end of the tunnel.

Kamu harus tau,

Kamu orang baik. Meskipun aku belum terlalu mengenalmu.

Terkompilasi dari berbagai catatan pada 22 Juli 2021 pukul 2.55 dinihari.

Untuk kamu.

GAUSAH BACA W MALU.

--

--

f.
f.

Responses (1)