impermanence

f.
4 min readJun 3, 2024

--

Aku sudah familier sama kalimat nggak ada yang selamanya di dunia ini, tetapi ternyata kalimat itu belum sepenuhnya menubuh. Sulit bagiku melepas kemelekatan atas hal-hal yang aku alami. Nggak hanya tentang melepas persepsi duka, tapi juga bahagia. Efeknya kadang jadi pemberat langkahku sehari-hari untuk hidup yang mindful, here and now, dan embracing kemungkinan kejadian yang baru. Sebagai seseorang yang nggak punya rutinitas sehari-hari yang tetap terjadwal dan terbiasa go with the flow, ternyata konsep impermanence juga masih susah kupahami haha.

Kemarin aku baru saja baca tulisanku pada September 2022, judulnya Sendirian di Pertunjukan Api. Sejak saat itu, tulisan itu jadi yang paling mantep dan bagiku belum bisa tergantikan. Padahal kukira awalnya yang bikin aku merasa tulisanku mantep itu kalau ngena ke orang lain atau dibaca banyak orang. Ternyata nggak. Masih kucari “kenapa”-nya. Nah, kayaknya itulah yang bikin aku sangat jarang nulis puisi-puisian lagi (aku gatau itu tergolong puisi atau gak, intinya tulisan pendek lah). Aku masih sangat melekat dengan persepsi itu dan belum bisa melepaskannya hingga sekarang.

Kemelekatan itu bikin aku terblokade dalam menulis. Pasti akan kubandingkan sama tulisan itu, terus ngrasa nggak puas, akhirnya mengutuk diri sendiri. Padahal tiap tulisan kan ada nyawanya sendiri. Tulisan terbaruku yang baru saja kuunggah adalah hasil coret-coret di kereta, masih belum terasa semantep Sendirian di Pertunjukan Api, tapi aku berhasil melepas kemelekatan itu dan — fak kata gwejjj yaudahsi — moment akhirnya aku unggah.

Kan semuanya berubah, tapi emang susah sih untuk melepas kemelekatan karena juga kita bisa membentuk memori (atau tanpa sadar ditentukan menjadi memori). Termasuk orang. Sayangnya tentu saja kita akan inget seseorang berdasarkan bagaimana kita memandang orang itu.

Chungking Express (sc; pinterest)

Ada lagi tulisan yang kubikin waktu usia 18 tahun dan sampai sekarang sangat jarang kubaca ulang. Dan kalau pun kubaca ulang, pasti nggak selesai. Wah gila masih melekat banget rasa menggelikannya gimana. Tulisan itu kubikin untuk seseorang (yang kayaknya), 4 tahun lebih tua daripada aku. Berarti, usiaku yang sekarang adalah hampir menuju usianya saat membaca tulisanku. Kendati begitu, Millata yang berhasil baca ulang hingga selesai bilang bahwa ketika dibaca ulang, tulisan itu masih menyenangkan dan justru lebih raw. Saat itu sebenarnya tulisan tersebut bukan untuk dibaca, tapi temanku agak gila ngirim beneran ke yang bersangkutan. Marah banget. Tapi sekarang, aku mensyukuri insidens kegilaan itu. Jadi hiburan aja bahwa pada fase tersebut ada aja yang bikin cekikikan. Lalu juga bagaimana setelahnya aku jauh lebih memiliki keberanian dalam menulis, aku bikin akun untuk menampung tulisan-tulisanku yang kini jadi akun mangkrak, sampai bikin voice over ala-ala. Aku berterima kasih karenanya.

Saat 18 tahun, aku tentu lebih meledak-ledak dan trabas aja dalam menulis sesuatu. Makanya aku bisa bikin tulisan itu (yang masih ga kumengerti kenapa viewers-nya jadi terbanyak). Juga terefleksikan dalam percakapan-percakapan virtual yang aku baca. Saat itu, aku nggak merasa seblak-blakan itu sih, ketika kubaca lagi sekarang, wah iya sih. Raw banget kayak nggak ada yang nahan tuh. Mungkin lawan bicaraku (lebih tua), yang merasakannya ya hahaha.

Ketika itu, aku mati-matian denial dalam merasakan. Aku nggak suka kalau aku sudah terlampau excited akan hal-hal kecil kayak sebaris kalimat yang nggak biasa diucapkan orang lain contohnya. Nyatanya, ketika aku udah di umur sekarang ini, hampir seusia seseorang yang kubuatkan tulisan saat itu, justru aku berharap aku tetap menyenangi hal-hal kecil. Nggak takut untuk merasa, tapi makin lihai dalam mengendalikannya. Mungkin suatu saat nanti aku perlu membaca lagi tulisan itu hingga tuntas. Dengan sudut pandang aku yang sekarang, bukan aku 18 tahun.

“Kita hanya dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari”, lagi-lagi kalimat itu melekat padaku tapi belum menubuh. Ternyata benar, kalau misalkan sesuatu itu bukan apa yang kita butuhkan, bukan adalah sesuatu yang menggenapkan, yang “pas”, untuk sesuatu yang lain dari diri kita, ya nggak akan ketemu.

Beberapa hari lalu aku KEHERANAN padahal kalau dipikir-pikir dalam rentang waktu yang cukup lama, aku dan seseorang ini sudah sering bersinggungan, tapi hanya begitu saja. Nggak pernah berada di titik temu. Selama ini nggak pernah tertangkap radarku maupun teman-temanku. Lucu banget karena terlampau banyak kesamaannya. Tapi untungnya, dia tidak menulis. Kalau dia menulis, udah kelar sih men.

Mungkin udah waktunya aku punya tokoh baru setelah 2 tahun belakangan ini nggak ada ;;;;;d udah kangen nulis juga nih (Nulis lucu-lucuan maksudnya).

Saatnya mengeluarkan foto yang selalu kuunggah tiap tanggal 30 Mei, dalam 4 tahun belakangan ini.

Jiaaakh aamiin.

Semoga, aku lebih mudah dalam melepaskan kemelekatan, ga hanya akan duka, tetapi juga bahagia. Semoga, aku tetap membebaskan diriku dalam merasa, juga lebih lihai dalam mengendalikannya. Semoga, jadi dewasa bukanlah penghalang akan hal-hal yang menyenangkan.

00.42 am

4/6/24

F.

--

--

f.
f.

Responses (1)